Minggu, 05 Juni 2011

Perbedaan psikologi pendidikan dan sekolah

  • Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
  • Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
  • Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
  • Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Peran dan tugas psikologi pendidikan adalah memberi pengarahan kepada semua ruanng lingkup secara luas tidak hanya di lingjkungan sekolah.


Psikologi sekolah Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan
akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mind set anak.

peran dan tugas psikologi pendidikan


1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.

ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI PENDIDIKAN ORANG DEWASA


Topic: Pendidik Pembelajaran dewasa atau lebih dikenali sebagai andragogi agak sukar didefinisikan karena maksudnya yang agak luas dan banyak tokoh yang memberikan pandangan yang berbeda-beda. Antara tokoh terkenal adalah Malcolm Knowles, Edward Lindeman, Tough dan sebagainya.
Menurut Knowles, sebelum wujudnya andragogi, pedagogi sudah muncul. Pedagogi adalah seni dan kebudayaan bagi pembelajaran anak-anak. Perkataan itu diambil dari Yunani yaitu ‘paid’ bermaksud ‘child’ dan ‘agogus’ bermaksud ‘leader of’. Kemudian Knowles memberi makna andragogi. ‘Aner’ bermaksud ‘man’ atau ‘adult’ dan ‘agogus’ bermaksud ‘leader of’.
Namun, Knowles menganggap ia mempunyai makna yang berlainan dengan pembelajaran anak-anak. Oleh itu andragogi adalah seni dan sains bagi membantu pembelajaran orang dewasa. Walaupun begitu, kedua-duanya saling berkaitan antara satu sama lain.
Pada permulaan abad ketujuh di Eropa, sekolah didirikan dengan tujuan mengajar anak-anak. Sekolah dasar adalah sekolah yang mendidik anak-anak lelaki dalam menyalurkan ilmu keagamaan dan membentuk mereka menjadi paderi. Kemudian sekolah itu dikenali sebagai ‘Catheral’ atau sekolah rahib.
Memandang guru-guru di sekolah itu mempunyai prinsip dan misi terhadap kepercayaan dan upacara keagamaan bagi pelajar anak-anak ini, mereka mengendalikan strategi pembelajaran yang dikenali sebagai ‘Pedagogy’ yang bermaksud seni dan kebudayaan untuk pembelajaran anak-anak.
Selepas Perang Dunia Pertama, muncul pula faham berkenaan dengan keunikan orang dewasa sebagai pelajar. Pembelajaran dewasa mula menarik perhatian di setiap tempat. Perkembangan pembelajaran dewasa adalah berperingkat yaitu bermula pada zaman pertanian, industri dan seterusnya Informasi dan Teknologi. Alexander Kapp, guru dari Jerman menguraikan prinsip pembelajaran oleh Plato (Nottingham Andragogy Group 1983). John Frederick Herbert, juga dari Jerman menyangkal penggunaannya. Dengan itu, andragogi lenyap daripada pandangan pembelajaran hampir seabad. Andragogi muncul semula di Eropa pada tahun 1921 dan meluas digunakan pada tahun 1960an di Perancis, Belanda dan Yugoslavia. Artikel Knowles ‘Andragogy Not Pedagogy’, diterbitkan dalam Adult Leadership pada 1968 adalah karya pertamanya berkenaan dengan andragogi. Manakala Lindeman pula menitikberatkan komitmen dalam hal bertindak ke arah Sendiri (self-directed), pengalaman dan penyelesaian masalah melalui pembelajaran dewasa, Linderman dan Knowles memainkan peranan penting dalam evolusi andragogi di Amerika.
Lindeman boleh dilihat sebagai ‘spiritual father’ manakala Knowles pula ‘putative father’ andragogi. Definisi Andragogi Pembelajaran dewasa atau lebih dikenali sebagai andragogi agak sukar didefinisikan karena maksudnya yang agak luas dan banyak tokoh yang memberikan pandangan yang berbeda-beda. Antara lain tokoh terkenal adalah Malcolm Knowles, Edward Lindeman, Tough dan sebagainya. Menurut Knowles, sebelum wujudnya andragogi, pedagogi sudah muncul. Pedagogi adalah seni dan kebudayaan bagi pembelajaran anak-anak. Perkataan itu diambil dari Yunani yaitu ‘paid’ bermaksud ‘child’ dan ‘agogus’ bermaksud ‘leader of’.
Kemudian Knowles memberi makna andragogi. ‘Aner’ bermaksud ‘man’ atau ‘adult’ dan ‘agogus’ bermaksud ‘leader of’. Namun, Knowles menganggap ia mempunyai makna yang berlainan dengan pembelajaran anak-anak. Oleh itu andragogi adalah seni dan sains bagi membantu pembelajaran orang dewasa. Walaupun begitu, kedua-duanya saling berkaitan antara satu sama lain.
“Saya tidak mengatakan yang pedagogi adalah untuk anak-anak saja dan andragogi adalah untuk orang dewasa, memandangkan ada beberapa andaian pedagogi realistik untuk orang dewasa dan beberapa situasi dan beberapa andaian andragogi sesuai untuk anak-anak. Dan saya tidak mengatakan yang pedagogi itu buruk manakala andragogi adalah baik, setiap satunya mempunyai andaian yang munasabah.” Knowles (1979) “…setiap orang dewasa mempunyai tanggapan yang spesifik dan menghargai segala bidang kerjaya, kebahagiaan, keluarga, kehidupan dan hubungan komunitinya. ‘Subject-matter’ kadangkala dibawa ke dalam situasi ini dan digunakan dalam bidang kerjaya sekiranya diperlukan. Fakta dan guru merupakan peranan kedua dalam sesi pembelajaran, guru juga harus menyatakan tentang kepentingan pendidikan formal.’
Lindeman (1972) “Pembelajaran dewasa (andragogi) merupakan teknik baru dalam kaidah pembelajaran. Ia merupakan proses di mana pelajar dewasa sadar bagaimana menilai pengalaman yang diperoleh. Fakta dan informasi serta berbagai pengetahuan yang digunakan adalah dengan tujuan menyelesaikan masalah. Dalam proses ini guru akan menggunakan fungsi-fungsi baru.” Gesner (1956) “Pembelajaran dewasa ialah satu konsep di mana aktivitas yang sengaja diadakan bagi pembangunan orang dewasa. Pembangunan di sini bermaksud peningkatan kesedaran, penambahan pengalaman dan pengetahuan.”
RWK Paterson (1979) “Pembelajaran dewasa adalah keseluruhan proses pendidikan terancang di mana kandungan, tahap dan cara tidak kira format ataupun tidak serta sama adanya memanjangkan ataupun menggantikan pendidikan asas di sekolah, collage dan universitas di mana seseorang dianggap sebagai dewasa oleh masyarakat membangunkan kemahiran, memperkayakan pengetahuan serta meningkatkan kelayakan teknikal dan profesional dan seterusnya membawa kepada perubahan dalam sikap serta dalam pembangunan diri serta penglibatan dalam pembangunan sosial, ekonomi dan kebudayaan.
” General Conference of UNESCO (1976) “..Orang dewasa yang terlibat dengan apa saja kursus pembelajaran sama ada secara biasa ataupun lebih berkualitas adalah untuk meningkatkan kemahiran baru atau menambahkan kemahiran dan kelayakan yang telah dimiliki”.
ational Advisory Council, On Adult Educations (1980) Carl R. Rogers menyatakan pembelajaran adalah berdasarkan kepada lima hipotesis asas.
Pertama, ‘Kita tidak dapat mengajar orang lain secara langsung, kita hanya dapat membantunya belajar’. Hipotesis ini dipetik daripada teori personalitas beliau yang menyatakan setiap individu wujud dalam perubahan secara berterusan melalui pengalaman yang dimiliki.
Hipotesis kedua adalah ‘Individu belajar dengan berkesan apabila mampu melibatkan dirinya dalam keperluan dan pengkayaan struktur dirinya’. Ini bermakna, penting untuk mengambil kira bahawa pembelajaran yang dilakukan perlu berkaitan dengan setiap individu.
Hipotesis ketiga dan keempat digabungkan, ‘Pengalaman yang, jika terbatin, melibatkan perubahan dalam organisasi diri menerusi simbolisasi diri dan struktur organisasi diri menjadi lebih rigid dan tenang apabila batasan ketakutan dapat disingkirkan’.
Hipotesis Rogers yang terakhir adalah ‘Situasi pendidikan paling berkesan mengetengahkan keberkesanan pembelajaran apabila:
-        Ketakutan di dalam diri pelajar dapat dikurangkan dan diminimumkan.
-        Berbagai persepsi dalam berbagai perkara yang terbimbing.
Keseluruhannya, Rogers menyatakan pembelajaran adalah proses internal yang dikawal oleh pelajar dan berkaitan dengan seluruh interaksi individu itu dengan sekitarnya. Rogers juga percaya bahwa pembelajaran adalah proses semula jadi seperti mana pentingnya pernafasan dalam proses kehidupan.
Setelah melihat definisi-definisi tokoh yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahawa pembelajaran dewasa adalah proses pembelajaran yang disadari, sistematik, berurutan serta terancang bagi individu yang dicirikan sebagai dewasa bagi memperoleh ataupun memantapkan lagi nilai, kemahiran dan pengetahuan yang sudah ada.
Andaikan Andragogi Knowles menganggap orang dewasa berupaya bertindak ke arah sendiri atau self-directedness dan bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil. Program pembelajaran dewasa perlu bersesuaian dengan aspek-aspek asas ini. Terdapat beberapa pengandaian andragogi yang diberikan oleh Knowles (1980).
Orang dewasa perlu tahu mengapa mereka perlu belajar
- Orang dewasa ingin dan berkecenderungan bertindak ke arah sendiri apabila mereka semakin matang walaupun ada masanya mereka bergantung pada orang lain.
Orang dewasa perlu belajar melalui pengalaman
- Pengalaman orang dewasa adalah sumber pembelajaran yang penting. Pembelajaran mereka lebih berkesan melalui teknik-teknik berasaskan pengalaman seperti perbincangan dan penyelesaian masalah.
Orang dewasa belajar berdasarkan pemusatan masalah
- Orang dewasa sedar keperluan pembelajaran secara khusus melalui masalah-masalah kehidupan sebenar. Oleh itu, program-program pendidikan dewasa sepatutnya dirancang mengikut keperluan hidup dan disusun mengikut kesediaan dan keupayaan untuk belajar.
Orang dewasa belajar dengan lebih berkesan apabila topik itu bernilai
- Orang dewasa belajar bersungguh-sungguh bagi menguasai suatu pengetahuan ataupun kemahiran bagi keperluan hidup. Oleh itu, pembelajaran orang dewasa adalah berpusatkan pencapaian. Kesungguhan orang dewasa menguasai suatu kemahiran ataupun pengetahuan adalah untuk keperluan hidup ataupun semasa. Model Andragogi Model andragogi dibentuk berdasarkan andaian-andaian di atas:
Keperluan bagi memenuhi rasa ingin tahu/ke arah sendiri
- Orang dewasa perlu tahu mengapa mereka perlu belajar, Tough (1979) mendapati apabila orang dewasa berkemampuan untuk belajar dan memperoleh faedah daripada pembelajarannya dan juga mengambil kira keburukan apabila tidak mempelajarinya. Peranan fasilitator di sini adalah untuk menyedarkan pelajar tentang keperluan untuk memenuhi rasa ingin tahu, ‘need to know’.
Keperluan menyempurnakan sendiri
- Orang dewasa mempunyai kesempurnaan sendiri dan mampu menilai sendiri keputusan dan menentukan hidup mereka sendiri, orang dewasa membangunkan keperluan psikologi mereka bagi mendapatkan perhatian dan penghargaan daripada orang lain.
Peranan pengalaman
- Orang dewasa memiliki berbagai pengalaman yang diperoleh dari zaman remaja. Pengalaman yang dimiliki ini berbeda-beda mengikut latar belakang, cara pembelajaran, keperluan, pencapaian dan minat. Kaedah pembelajaran yang sering digunakan adalah perbincangan kumpulan, penyelesaian masalah dan bertukar-tukar pengalaman.
Kesediaan belajar
- Orang dewasa bersedia untuk belajar perkara yang perlu diketahui dan dipelajari oleh mereka dan mengaitkan apa yang dipelajari dengan realiti kehidupan. Kesediaan belajar ini penting bagi membangunkan sendiri.
Orientasi pembelajaran
- Orang dewasa belajar berdasarkan berpusatkan kehidupan dan ia begitu berbeda dengan anak-anak yang tertumpu pada pelajaran atau berpusatkan subjek. Setiap perkara yang dipelajari adalah berkaitan dengan hidup mereka.
Peranan motivasi
- Orang dewasa mendapat motivasi daripada pendorong luaran (seperti kenaikan pangkat, gaji tinggi) tetapi pendorong dalaman adalah lebih berpengaruh (seperti kualiti kehidupan, penghargaan).
Tough (1979) mendapati orang dewasa sentiasa mendapat motivasi untuk pertumbuhan dan pembangunan diri tetapi motivasi ini sering kali gagal karena wujudnya konsep negatif pada diri pelajar, masa terhadap dan program yang disertai tidak menepati prinsip-prinsip pembelajaran dewasa.
Prinsip Andragogi Malcolm Knowles (1980)
  1. Orang dewasa perlu terlibat dalam merancang dan membuat taksiran semua kerja mereka. Pelajar mesti diberikan tujuan sejauh mana pencapaian tujuannya.
  2. Pengalaman adalah asas aktivitas pembelajaran. Menjadi tanggungjawab pelajar menerima pengalaman sebagai suatu yang bermakna.
  3. Pelajar lebih berminat mempelajari perkara-perkara yang berkaitan secara langsung dengan kerja dan kehidupan mereka.
  4. Pembelajaran adalah tertumpu pada masalah (problem-centered). Masalah memberi tenaga, arah dan menggalakkan daya belajar dan ia perlu dimotivasikan.
Gibb (1960)
  1. Pembelajaran adalah berdasarkan problem-centered.
  2. Pemusatan pengalaman menjadi asas pembelajaran.
Pengalaman yang dimiliki mesti bermakna kepada pelajar. Tujuan ditentukan oleh pelajar itu sendiri.
Miller (1904)
  1. Pelajar perlu diberikan motivasi bagi mengubah tingkah laku. Pelajar perlu sedar tingkah laku yang tidak diingini dan mempunyai gambaran jelas berkenaan dengan tingkah laku yang diingini.
  2. Pelajar mempunyai peluang mencuba tingkah laku yang baru.
  3. Pelajar memperoleh bahan-bahan pembelajaran yang bersesuai-an yang dapat membantunya.
Berdasarkan ringkasan prinsip-prinsip yang diberikan oleh beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahawa prinsip andragogi adalah:
  1. Pembelajaran adalah proses yang berterusan. Orang dewasa merasakan keperluan dalam berbagai bidang kemahiran dan pengalaman yang dimiliki adalah penting bagi masa depan mereka.
  2. Orang dewasa belajar dengan lebih baik apabila secara personelnya mereka terlibat dalam proses merancang, menilai dan melaksanakan persekitaran mereka tanpa mengganggu tahap keselamatan estim diri mereka.
  3. Orang dewasa memilih dan suka belajar bagi memudahkan mereka mengetahui tahap kebolehan dan kemahiran yang dimiliki dalam semua situasi pembelajaran.
  4. Orang dewasa belajar dengan baik apabila mereka mempunyai motivasi untuk berubah, self-discovered atau mempunyai kemahiran dan strategi spesifik.
Orang Dewasa sebagai Pelajar Menurut Knowles terdapat empat definisi dewasa yaitu:
  1. Daripada aspek biologi: Individu itu mencapai tahap dewasa apabila mencapai peringkat umur tertentu dan mampu melahirkan anak.
  2. Daripada aspek undang-undang: Individu itu dianggap dewasa apabila mencapai syarat yang tertakluk dalam undang-undang dan membolehkan dia terlibat dalam mengundi, memiliki lesen memandu dan berkahwin.
  3. Daripada aspek sosial: Individu itu dianggap dewasa apabila dia dapat memainkan peranan sebagai orang dewasa, bekerja sepenuh masa dan berumah tangga.
  4. Daripada aspek psikologi: Individu itu dianggap dewasa apabila dia mencapai tahap kesempurnaan sendiri di mana dia mampu menguruskan hidupnya sendiri.
Maka, individu itu dikatakan dewasa apabila dia sudah melalui zaman anak-anak dan remaja serta dipengaruhi oleh aktivitas sosial yang disertai semasa berada dalam alam persekolahan.
Self-concept dan self-directedness hanya diperoleh apabila individu itu menamatkan zaman persekolahannya, mempunyai kerja sepenuh masa dan berkeluarga. Berbanding dengan anak-anak dan remaja, orang dewasa mempunyai tujuan sebagai seorang pelajar.
Pembelajaran dewasa adalah bidang baru dan Knowles mempelopori bidang ini dan menguraikan beberapa kriteria pelajar dewasa:
Orang dewasa adalah bebas dan bertindak ke arah sendiri
- Orang dewasa perlu bebas untuk bertindak. Fasilitator perlu melibatkan pelajar dalam proses pembelajaran dan bertindak sebagai fasilitator semasa sesi pengajaran. Contohnya, fasilitator perlu mendapatkan pandangan dan idea pelajar berkenaan dengan topik yang diajar. Sebagai pemudah cara, fasilitator membimbing pelajar berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh pelajar itu sendiri.
Orang dewasa mempunyai pengalaman
- Orang dewasa berpengalaman dan berpengetahuan dalam hal-hal yang merangkumi aktivitas kerja, tanggungjawab dalam keluarga dan pendidikan masa lampau. Orang dewasa mengaitkan pembelajaran mereka dengan pengalaman yang dimiliki.
Orang dewasa mempunyai tujuan
- Sebelum menyertai kursus, orang dewasa tahu tujuan yang perlu dicapai. Fasilitator membantu pelajar mencapai tujuan mereka. Tujuan dan objektif kursus dibuat pada permulaan kursus.
Orang dewasa adalah berpusatkan objektif
- Orang dewasa tahu tujuan mereka belajar. Pembelajaran itu diaplikasikan dalam kerja dan memberi nilai kepada mereka. Oleh itu, penting bagi fasilitator mengenal pasti objektif pelajar sebelum kursus itu bermula.
Orang dewasa adalah praktikal
- Orang dewasa berminat dengan pengetahuan dan kemahiran yang memberi kebaikan pada dirinya. Oleh itu, fasilitator perlu menyatakan dengan jelas bagaimana pembelajaran itu berguna dalam kerjaya dan kehidupan mereka.
Orang dewasa perlu dihormati
- Fasilitator perlu menghargai pengalaman yang dimiliki oleh pelajar. Pelajar perlu diberi peluang sama rata untuk menyalurkan pendapat berkaitan dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.
Kesimpulan Andragogi atau pembelajaran dewasa adalah proses pembelajaran kontinyuitas dalam jangka masa panjang di mana melibatkan orang dewasa yang sudah matang daripada segi pemikiran. Walaupun berbagai definisi dilontarkan oleh pelopor-pelopor pembelajaran dewasa, namun mereka memberikan kesimpulan yang sama. Andragogi diaplikasikan dalam semua bentuk pembelajaran orang dewasa dengan meluaskan skop-skop latihan, pembangunan, pendidikan dan sebagainya.
Fungsi yang nyata dalam konsep andragogi adalah bertentangan dengan prinsip pedagogi. Ia berbeda karena pedagogi meluaskan pengaruhnya dalam pendidikan formal yang merangkumi pendidikan sekolah dasar, menengah dan institusi-institusi pendidikan tinggi.
Orang dewasa tidak lagi bergantung harap dengan orang lain karena mereka bertindak ke arah sendiri. Ia dianggap sepadan dengan pemikiran dan pengalaman yang dimiliki oleh orang dewasa. Pengalaman yang dimiliki oleh orang dewasa dianggap sebagai sumber pembelajaran yang penting dalam meningkatkan keupayaan orang dewasa dalam meneruskan proses pembelajaran.

Aplikasi Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal

Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran.
Secara jelas Knowles (1979) menyatakan apabila peserta didik (baca: warga belajar) telah berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.
Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar.
Perbedaan antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat dari upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga belajar itu sendiri (learned centered). Tutor harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Prinsip tersebut dijadikan pegangan atau panduan dalam praktek membimbing kegiatan belajar orang dewasa. Pendekatan-pendekatan pembelajaran orang dewasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajarnya dapat dipandang sebagai ilmu dan seni (art and science) membantu atau menolong orang dewasa belajar.
Orang Dewasa Sebagai Warga Belajar
Cara belajar orang dewasa jauh berbeda dengan cara belajar anak-anak. Olehnya itu, proses penyelenggaraan belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda pula. Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan hasil belajar yang maksimal.
Menurut Knowles (1979), perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar didasarkan pada empat asumsi tentang orang dewasai. Asumsi-asumsi tersebut ialah: (1) orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda dengan anak-anak, (2) orang dewasa mempunyai konsep diri, (3) orang dewasa mempunyai orientasi belajar yang berbeda dengan anak-anak, dan (4) orang dewasa mempunyai kesiapan untuk belajar.
Orang dewasa dalam belajar jauh berbeda dengan anak-anak, Seharusnya menggunakan pendekatan yang berbeda pula dalam membelajarkan anak. Pendekatan yang layak adalah pendekatan andragogi. Bila dihubungkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir di kelompok belajar, maka pendekatan andragogi akan semakin terasa pentingnya. Sebab setiap kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau didasarkan pada pedoman-pedoman tertentu. Pedoman inilah yang menjadi prinsip-prinsip kerja agar kegiatan berjalan pada prosedur yang benar dan sesuai dengan tujuan.
Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor
Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan "pemaksa" untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.
Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1) bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas, (3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.
Penerapan Andragodi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar
Pengorganisasian bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya. Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara tutor dan warga belajar
Bahan belajar yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran.
Seorang tutor hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan aktualisasi bahan.
Penerapan andragogi dalam Metode Pembelajaran
Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek.
Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.

Pendidikan Anak Usia Dini

Deteksi Bakat Anak Anda di JERMANclub


DETEKSI DINI TERHADAP ANAK-ANAK BERBAKAT


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.

Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:
  • Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
  • Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
  • Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
  • Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
  • Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.
Pada zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.


Tanda-tanda Umum Anak Berbakat
Sejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.

Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.

Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.

Pelayanan bagi Anak Berbakat
Mengingat bahwa anak berbakat memiliki kemampuan dan minat yang amat berbeda dari anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu akan terjadi dua kerugian, yaitu: (1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan, dan (2) guru dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi.

Beberapa kemungkinan pelayanan anak berbakat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat. Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara "lompat kelas", artinya anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus melalui kelas I Sekolah Dasar, tetapi misalnya langsung ke kelas II, atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar. Demikian juga dari kelas III Sekolah Dasar bisa saja langsung ke kelas V jika memang anaknya sudah matang untuk menempuhnya. Jadi program akselerasi dapat dilakukan untuk: (1) seluruh mata pelajaran, atau disebut akselerasi kelas, ataupun (2) akselerasi untuk beberapa mata pelajaran saja. Dalam program akselerasi untuk seluruh mata pelajaran berarti anak tidak perlu menempuh kelas secara berturutan, tetapi dapat melompati kelas tertentu, misalnya anak kelas I Sekolah Dasar langsung naik ke kelas III. Dapat juga program akselerasi hanya diberlakukan untuk mata pelajaran yang luar biasa saja. Misalnya saja anak kelas I Sekolah Dasar yang berbakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperkenankan menempuh pelajaran matematika di kelas III, tetapi pelajaran lain tetap di kelas I. Demikian juga kalau ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat maju dalam bidang bahasa Inggris, ia boleh mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas V atau VI.

2) Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah). Jika sekolah keberatan dengan pelayanan anak berbakat menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata pelajaran, maka cara lain yang dapat ditempuh adalah memberikan pendidikan tambahan di rumah/di luar sekolah, yang sering disebut home-schooling. Dalam home-schooling orang tua atau tenaga ahli yang ditunjuk bisa membuat program khusus yang sesuai dengan bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu yang cocok dengan tingkat perkembangannya.

3) Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan individual. Dalam model ini biasanya jumlah anak per kelas harus sangat terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-masing anak didorong untuk belajar menurut ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan materi yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada anak lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi dan tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi sangat sibuk dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang berbeda-beda tingkat perkembangan dan ritme belajarnya.

4) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat. Dalam hal ini anak-anak yang memiliki bakat/kemampuan yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus yang berbeda dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya. Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas kecil di mana pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan klasikal. Kelas khusus anak berbakat harus memiliki kurikulum khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan anak-anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus dibuat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pergaulan Anak Berbakat
Anak berbakat seringkali lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia, khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang diminati. Misalnya saja ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat suka bermain catur dengan orang-orang dewasa, karena jika ia bermain dengan teman sebayanya rasanya kurang berimbang. Dalam hal ini para orang tua dan guru harus memakluminya dan membiarkannya sejauh itu tidak merugikan perkembangan yang lain.

Di dalam keluarga pun oran gtua hendaknya mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga ia tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang cocok, maka tidak jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka. Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang tua dan keluarga untuk bergaul dengan anak berbakat akan sangat membantu perkembangan dirinya.

Sumber: 
http://bruderfic.or.id/h-63
http://paudjermanclub.blogspot.com/